Sebuah festival
teater tentang kelahiran digelar di Manchester, Inggris, menghadirkan
kisah-kisah di balik kelahiran di tujuh negara.
Para penulis
naskah drama dari masing-masing negara mengangkat beragam masalah
tentang kelahiran, baik tentang aborsi maupun kurangnya fasilitas
kesehatan.Di Amerika Serikat, proses kelahiran secara alami memerlukan biaya rata-rata sebesar US$10.800 atau sekitar Rp140 juta.
Sementara di India, empat juta perempuan menjalani sterilisasi setiap tahunnya dan di Brasil pemerintah berupaya untuk meredam 'wabah operasi Caesar', yang mencapai tingkat 50% lebih di kalangan perempuan yang hamil.
Kisah sedih di negara yang tercabik-cabik perang, Suriah, adalah ribuan bayi yang lahir dari para ibu yang terpaksa mengungsi dari rumahnya.
Dan pada saat Anda membaca fakta di empat negara tersebut, ada sekitar 40 bayi lahir di seluruh dunia!
Sterilisasi dengan imbalan uang
Namun kualitas layanan kesehatan yang tidak sama dan tekanan budaya masing-masing tempat membuat situasi kelahiran bayi-bayi tersebut menjadi amat berbeda.Perbedaan itulah yang diangkat oleh Festival Kelahiran yang digelar di Teater Royal Exchange di Manchester hingga Sabtu 22 Oktober, dengan mengundang penulis drama
Swati Simha, dari India, menyajikan cerita yang diinspirasi dari kunjungannya ke kampung pemukiman masyarakat suku Adivasi di negara bagian Jharkand.
Para perempuan Adivasi, menurutnya, mendapat tawaran uang jika bersedia disterilisasi karena pemerintah ingin menyingkirkan masyarakat suku tersebut.
"Pertanyaan utama dari kelahiran adalah kenapa menghabiskan demikian banyak untuk mensterilkan perempuan kalau bisa menggunakan uang tersebut untuk meningkatkan layanan kesehatan?."
"Saya kira mereka tidak ingin masyarakat suku tersebut mengendalikan hidup mereka sendiri," tegas Simha.
Melahirkan sebagai 'aksi pemberontakan'
Di Kenya, para perempuan yang menghadapi masalah kelahiran dengan fistula -yang bisa disebabkan karena luka saat operasi atau terkena infeksi- tidak selalu ditangani secara medis.Kisah itu yang diangkat oleh Mumbi Kaigwa, "Banyak orang yang tidak tahu bahwa ada pengobatannya, dan karena situasi yang mereka hadapi serta ada informasi bahwa hal itu adalah kutukan, atau karena mereka perempuan atau karena kotor dan segala alasan seperti itu, maka mereka diusir."
Sedangkan drama dari Suriah menghadirkan tiga perempuan:
- Yang tetap tinggal di Suriah diperkosa
- Yang mengungsi ke Libanon dipaksa menjadi pekerja seks komersial
- Dan yang pergi ke kamp pengungsi di Calais, Prancis, untuk mencari suaminya
Banyak orang, menurutnya, yang bertanya kenapa seorang perempuan melahirkan ketika tinggal di tenda pengungsi, ayahnya berperang, dan tidak ada uang.
"Namun perempuan, mereka tidak ingin menyerah. Mereka ingin membawa kehidupan dan secara naluriah, itu adalah hak mereka," kata Yazji.
"Dan dengan semua kematian di Suriah, banyak orang yang berpikir secara naluriah bahwa melawan kematian adalah dengan memberikan kehidupan baru."
Kisah dari negara-negara Barat juga ditampilkan di Manchester.
Selain biaya melahirkan yang termahal di Amerika Serikat, juga ada tentang seorang perempuan yang sengaja datang ke London dari Irlandia Utara, yang melarang aborsi kecuali untuk kasus-kasus yang amat terbatas.
Direktur Kreatif Festival Kelahiran, Emma Callander, menjelaskan gagasan dasarnya adalah mengangkat pertanyaan-pertanyaan penting tentang layanan kesehatan untuk kelahiran yang tidak banyak diliput media.
"Dengan mengangkat masalah tersebut, kami berharap akan mendorong tindakan langsung dalam peningkatan situasinya."
Setelah festival, pihak penyelenggara rencananya akan menawarkan ketujuh drama tesebut secara gratis kepada yayasan sosial maupun lembaga pendidikan untuk meraih khalayak yang lebih luas.